Travelling Menantang di Pulau Sempu



     Mensana in corpore sano salah satu kutipan yang sering kali terdengar dan tidak asing di telinga. Arti dari kutipan itu sendiri adalah di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Sekilas memang terdengar sepele dan mudah untuk dilakukan pernyataan tersebut. Tapi di balik itu semua, tidak banyak orang yang mampu menyeimbangkan antara kesehatan tubuh dan jiwa dalam setiap waktu dan kondisi yang ada. 

Banyak pilihan ragam cara yang bisa dipilih untuk memberikan efek relaksasi pada jiwa. Salah satunya yaitu dengan travelling di alam bebas dengan udara yang bersih, sejuk dan bebas dari polusi asap di perkotaan. Sama halnya dengan pilihan saya dan teman-teman, kami memilih rute perjalanan ke salah satu pulau yang berada di bagian selatan Kabupaten Malang. Pulau itu bernama Pulau Sempu. Pulau ini sempat menjadi tujuan wisata yang hits dan populer karena pulau ini merupakan salah satu kawasan cagar alam yang dilindungi oleh pemerintah karena memiliki keanekaragaman hayati yang potensial dan menarik untuk diteliti di beberapa ranah pengetahuan. 

Dimulainya Perjalanan

Perjalanan ini saya lalui bersama dengan tujuh orang teman saya yang lain dan satu orang sopir yang usianya sudah paruh baya. Kami berangkat menuju Pulau Sempu dengan sarana transportasi kendaraan roda empat sekitar pukul sepuluh malam dari Sidoarjo. Kondisi jalan yang naik turun sepanjang perjalanan yang kami tempuh pada malam itu, membuat kami terus berusaha untuk tetap terjaga dan tidak sampai tertidur. Alasan lainnya supaya sopir pun juga tidak sampai lengah dan mengantuk pada saat membawa laju mobil yang kami tumpangi. 

Pada saat jarum jam menunjukkan pukul empat pagi lewat  lima belas menit. Kami telah tiba di Pantai Sendang Biru. Di tempat ini, banyak kami lihat beberapa perahu nelayan yang berukuran kecil sedang bersandar dan berjejeran di tepi pantai. Setelah selesai melakukan salat subuh berjamaah di musala, kami sarapan pagi dengan menu khas seadanya. 


Kami bergegas berangkat menuju salah satu perahu kecil milik nelayan sekitar pukul lima pagi. Namun, ternyata dari beberapa informasi dan keterangan dari beberapa warga setempat pada waktu itu, penyeberangan dengan menggunakan perahu di sepanjang Pantai Sendang biru baru bisa mulai beroperasi pada pukul lima pagi lewat tiga puluh menit untuk menuju Pulau Sempu. Sambil menunggu dan mengisi waktu sebelum menyeberangi pantai, tidak lupa kami berjeprat jepret ria bersama untuk mengabadikan momen travelling saat itu. 

Setelah menyeberangi pantai dengan waktu tempuh kurang lebih dua puluh lima menit, sampailah kami pada rute perjalanan yang penuh tantangan selanjutnya yaitu melewati hutan tropis sebelum sampai ke Pulau Sempu. Di sepanjang perjalanan yang kami lewati selangkah demi selangkah, banyak kami jumpai pohon-pohon yang tinggi dengan diameter satu atau dua meter, beberapa batang pohon dan akar-akar kayu yang ada di permukaan tanah maupun yang menggantung. Kondisi tanah dan jalan setapak yang kami lewati juga cukup licin saat itu. Saya yang memakai sandal gunung tebal dengan bagian belakang permukaan sol sandal yang licin, sering kali tergelincir dan tertinggal di bagian belakang pada saat berjalan. 

Akhirnya,  salah satu dari teman saya meminjamkan sandal jepit yang dia pakai kepada saya karena pada saat itu saya memang hanya membawa satu sandal saja. Dengan rasa berat hati, saya pakai sandal milik teman saya tersebut meskipun teman saya sendiri harus berkorban dan melanjutkan perjalanan tanpa menggunakan alas kaki. Suara-suara hewan yang kami dengar sepanjang perjalanan di dalam hutan sudah sangatlah lazim.  

Sampai hampir lebih dari setengah jam perjalanan, memang tidak tampak kami temui tim-tim khusus penjaga hutan di bagian kesehatan, keamanan, ataupun keselamatan pengunjung. Maka dari itu, masing-masing dari kami sepakat untuk selalu beristirahat dan berhenti selama beberapa saat setiap kali ada salah satu dari kami yang merasa lelah ataupun haus. Bekal barang-barang bawaan yang ada di dalam tas yang tidak terlampau banyak sangat memudahkan dan tidak menyulitkan kami untuk bergerak dan berjalan melewati hutan tropis dengan lama perjalanan kurang lebih selama satu jam. 

Alam yang Eksotis dan Masalah Lingkungan
 Akhirnya tibalah, kami di penghujung hutan tropis setelah kami melihat beberapa tenda warna-warni yang sudah tegak berdiri di tepi danau. Pada saat kami melintas di bagian sisi samping tenda camping. Kami sempat menemukan secara langsung hasil makanan yang sempat dibakar di tempat tersebut. Ada sisa-sisa abu dan kayu-kayu bekas dari proses bakar-bakar makanan yang terabaikan dan tergeletak begitu saja tanpa dibersihkan dan dirapikan. 



Memang cukup memprihatinkan melihat kondisi itu dan kurangnya kesadaran para pengunjung lain tentang pentingnya membuang sampah makanan, minuman atau sampah-sampah lain dalam bentuk apapun dengan baik dan semestinya. Sampah yang  menumpuk dan menjadi limbah, pada akhirnya dapat menjadi salah satu penyebab rusaknya ekosistem alam hayati di sekitar Pulau Sempu. 


Segala macam keletihan juga langsung terbayarkan seketika itu pada saat kami bisa menikmati keindahan Danau Segara Anakan yang letaknya di bagian sisi selatan Pulau Sempu. Danau ini memiliki air yang tenang, jernih dan berpasir putih. Dengan kedalaman kurang dari dua meter membuat kami bisa dengan leluasa bermain voli pantai tanpa takut tenggelam. Ada satu tebing yang sangat sayang untuk dilewatkan karena jaraknya yang tidak terlalu jauh dengan Danau Segara Anakan. Namun,  dibutuhkan kesabaran dan proses mendaki tebing dengan sangat hati-hati agar dapat menikmati pemandangan laut lepas dari ketinggian sekitar tiga puluh meter. 

Kami berdelapan sangat bersyukur sempat masuk di kawasan konservasi cagar alam pulau Sempu ini tanpa harus menggunakan surat ijin kawasan. Karena, pada saat ini, Pulau Sempu hanya bisa dikunjungi oleh kalangan tertentu dengan tujuan penelitian dan pendidikan saja. Tanpa adanya surat izin masuk konservasi cagar alam, maka akan tidak mungkin untuk masuk Pulau Sempu. 


Lewat situasi travelling yang menantang ini bukan hanya relaksasi jiwa saja yang kami dapatkan, tetapi juga tentang bagaimana cara melewati proses kerja sama yang solid guna melewati segala macam tantangan yang ada di sepanjang perjalanan. 


Ditulis oleh: Nenzyzyie-Surabaya-Peserta Travel Content-24 Agustus 2019

0 Comments